Deforestasi di Tanah Papua: Antara Investasi dan Perlawanan Masyarakat Adat

Berita, Nasional95 Dilihat

 

Jayapura, DogiyaiPos – Tanah Papua, rumah bagi salah satu hutan hujan tropis terakhir yang tersisa di dunia, menghadapi ancaman deforestasi yang semakin masif. Deforestasi adalah proses penggundulan atau penghilangan hutan secara permanen, biasanya untuk kepentingan industri seperti pertanian, perkebunan, pertambangan, atau pembangunan infrastruktur. Deforestasi sering kali menyebabkan hilangnya habitat alami, berkurangnya keanekaragaman hayati, perubahan iklim, dan dampak sosial terhadap masyarakat adat yang bergantung pada hutan untuk kehidupan mereka.

Sejak beberapa dekade terakhir, pembabatan hutan secara besar-besaran terjadi akibat ekspansi industri kayu, perkebunan kelapa sawit, serta proyek infrastruktur berskala besar. Fenomena ini bukan hanya menghancurkan ekosistem unik di Papua, tetapi juga mengancam kehidupan masyarakat adat yang telah menjaga hutan selama berabad-abad.

Admin DogiyaiPos telah merangkum dari berbagai sumber, informasi-informasi penting seputar deforestasi di Tanah Papua. Berikut liputannya.

Sejarah dan Laju Deforestasi di Papua

Deforestasi di Papua mulai meningkat pesat sejak era Orde Baru pada 1970-an, ketika pemerintah Indonesia membuka wilayah ini bagi investor untuk eksploitasi sumber daya alam. Berbagai perusahaan kayu mendapatkan izin konsesi untuk menebang hutan dan mengekspor kayu gelondongan ke luar negeri. Seiring waktu, industri perkebunan kelapa sawit dan pertambangan semakin mempercepat laju penggundulan hutan.

Menurut laporan terbaru dari organisasi lingkungan, Papua kehilangan lebih dari 2,4 juta hektare hutan primer sejak tahun 2000. Laju deforestasi diperkirakan mencapai 60.000 hingga 80.000 hektare per tahun, dengan daerah yang paling terdampak berada di Papua Selatan, Papua Barat, dan wilayah pesisir yang kaya akan kayu berkualitas tinggi.

Aktor dan Pelaku Deforestasi

Beberapa aktor utama dalam praktik deforestasi di Papua meliputi beberapa pihak. Pertama, Perusahaan kayu dan Perkebunan. Banyak perusahaan besar yang mendapatkan izin resmi untuk menebang hutan dan mengubahnya menjadi lahan perkebunan kelapa sawit atau area pertambangan.

Kedua, Oknum aparat keamanan. Laporan dari berbagai sumber menyebutkan keterlibatan oknum dari TNI dan Polri dalam melindungi perusahaan-perusahaan pelaku deforestasi. Beberapa di antaranya bahkan diduga turut serta dalam bisnis kayu gelondongan yang dijual ke luar negeri.

Ketiga, Pemerintah daerah dan pusat. Regulasi yang longgar dan adanya dugaan praktik korupsi di tingkat pemerintahan menyebabkan izin eksploitasi hutan terus diberikan kepada korporasi.

Empat, Investor asing dan jaringan bisnis internasional. Kayu gelondongan dari Papua banyak diekspor ke Cina, Jepang, dan Eropa, dengan jalur distribusi yang melibatkan perusahaan multinasional.

Keuntungan Besar di Atas Kerusakan Ekosistem

Salah satu bisnis yang berkontribusi besar terhadap deforestasi adalah perdagangan kayu gelondongan. Kayu dari Papua terkenal akan kualitasnya yang tinggi, seperti kayu merbau, yang banyak digunakan untuk bahan bangunan dan furnitur mewah. Bisnis ini bernilai miliaran rupiah, dengan jaringan perdagangan yang melibatkan banyak pihak.

Meskipun pemerintah telah melarang ekspor kayu gelondongan sejak 2001, praktik ini masih berlangsung secara ilegal. Penyelundupan kayu sering kali dilakukan melalui pelabuhan kecil yang sulit diawasi, dengan perlindungan dari oknum aparat keamanan.

Laju deforestasi yang tinggi membawa dampak serius. Pertama, hilangnya keanekaragaman hayati. Papua merupakan rumah bagi spesies unik seperti burung cenderawasih, kasuari, dan kanguru pohon. Dengan berkurangnya habitat mereka, banyak spesies kini berada di ambang kepunahan.

Kedua, Bencana ekologis. Penggundulan hutan menyebabkan banjir, tanah longsor, dan perubahan iklim mikro yang merugikan masyarakat lokal.

Ketiga, hilangnya sumber penghidupan masyarakat adat. Masyarakat adat Papua sangat bergantung pada hutan untuk kebutuhan hidup mereka, seperti berburu, bertani, dan obat-obatan alami.

Empat, konflik sosial. Banyak komunitas adat kehilangan tanah leluhur mereka akibat izin konsesi yang diberikan kepada perusahaan tanpa persetujuan mereka.

Perlawanan Masyarakat Adat Papua

Masyarakat adat Papua telah berjuang melawan deforestasi dengan berbagai cara, termasuk melalui aksi protes, gugatan hukum, dan upaya advokasi. Beberapa kelompok adat yang aktif dalam perlawanan ini antara lain Dewan Adat Papua (DAP), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Lembaga Bantuan Hukum Papua (LBH Papua) dan berbagai organisasi lokal.

Upaya yang mereka lakukan meliputi beberapa hal. Diantaranya adalah, protes dan blokade jalan untuk menghentikan operasi perusahaan yang merusak hutan. Pengajuan gugatan hukum terhadap perusahaan yang diduga melanggar hak-hak masyarakat adat. Pemetaan wilayah adat untuk memperjelas batas tanah adat dan mencegah ekspansi perusahaan secara ilegal. Juga, kampanye internasional untuk menarik perhatian dunia terhadap kehancuran hutan Papua.

Salah satu gerakan yang semakin mendapat perhatian adalah All Eyes on Papua, yang berkembang sebagai bagian dari perlawanan masyarakat adat dan aktivis lingkungan terhadap berbagai bentuk eksploitasi di tanah Papua. Gerakan ini muncul dari media sosial dan berkembang menjadi kampanye global yang menyoroti berbagai permasalahan di Papua, termasuk deforestasi, perampasan tanah adat, hingga dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di wilayah tersebut.

All Eyes on Papua mendapat dukungan dari berbagai komunitas di dalam dan luar negeri, dengan tujuan utama untuk meningkatkan kesadaran dunia tentang apa yang terjadi di Papua. Kampanye ini semakin menguat setelah laporan berbagai organisasi lingkungan dan HAM mengungkap keterlibatan perusahaan serta oknum aparat dalam eksploitasi sumber daya alam di Papua. Dengan penyebaran informasi yang masif di internet, gerakan ini berhasil menekan pemerintah dan korporasi untuk lebih transparan dalam kebijakan mereka terkait Papua.

Namun, seperti perlawanan masyarakat adat lainnya, All Eyes on Papua juga menghadapi berbagai tantangan. Aktivis dan jurnalis yang mengangkat isu ini sering kali mengalami intimidasi dan represi dari pihak berwenang. Meski demikian, gerakan ini terus berkembang dan semakin menarik perhatian dunia internasional terhadap situasi di Papua.

Masa Depan Hutan Papua

Dengan laju deforestasi yang semakin cepat, hutan Papua menghadapi ancaman nyata untuk punah dalam beberapa dekade mendatang. Jika tidak ada langkah serius dari pemerintah untuk menghentikan praktik eksploitasi ilegal dan melindungi hak-hak masyarakat adat, maka salah satu ekosistem paling berharga di dunia ini akan hilang selamanya.

Masyarakat adat terus berjuang mempertahankan hutan mereka, tetapi tanpa dukungan dari kebijakan yang berpihak kepada lingkungan dan keadilan sosial, upaya mereka akan semakin sulit. Kampanye seperti All Eyes on Papua menjadi harapan bagi perjuangan ini, membawa suara rakyat Papua ke tingkat global.

Kini, pertanyaannya adalah, apakah kita akan membiarkan hutan Papua hilang? (BT/Admin)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *