Bomomani, DogiyaiPos.com, – Kepala SMAN 1 Dogiyai, Ariet Kegiye menyampaikan Pembangunan Mutu pendidikan di Dogiyai tak perlu dimulai dari sistem yang rumit. Cukup dengan kerja sama yang nyata antara sekolah, guru dan orang tua.
“Mutu pendidikan lahir dari kemitraan yang aktif baik di antara para guru, sekolah maupun orang tua di rumah. Intinya, Sekolah dan orang tua harus saling dukung,” tegas Ariet, usai Ujian Sekolah saat ditemui pada Sabtu, 12 April 2025.
Kegiye menilai, banyak siswa gagal bukan karena materi pelajaran salah diberikan. Bukan kurang adanya fasilitas sekolah juga. Tapi karena lepasnya perhatian dari rumah.
“Kalau orang tua ikut terlibat, anak pasti lebih siap dan disiplin. Karena setia belajar dari perhatian penuh orang tua dan rumahnya sendiri, maka dia bisa kalahkan siapapun dalam dunia pendidikan,” tambahnya.
Ariet juga menekankan pentingnya pendidikan nilai bagi anak di rumah. Nilai kejujuran, tanggung jawab, dan kerja keras serta kemauan yang tinggi sudah harus diajarkan di rumah. Sebagai orang tua, mereka sudah langsung Pastikan dan jalankan jadwal belajar mandirinya bagi anak-anak di rumah. Sekolah langsung melanjutkan, hanya jika semua nilai luhur itu diinternalisasikan dalam setiap anak dari rumah.
“Tanpa nilai dari keluarga, sekolah tidak bisa banyak membantu. Kita bisa mendidik anak-anak. Tapi itu bisa bermakna jika setiap anak sudah dibiasakan untuk menerima hal-hal yang unggul dari rumah. Bagaimana mungkin bisa mendengarkan nasehat dan ajaran guru jika anak-anak sudah sering tidak mendengarkan perintah orang tua di rumah?,” katanya lugas.
Ariet menyoroti juga pentingnya ada suasana damai di sekolah Lingkungan yang tenang dan bersih sangat berpengaruh untuk pembangunan mutu pendidikan Dogiyai. Kebersihan melatih kedisiplinan. Ketertiban menumbuhkan semangat belajar.
“Kami libatkan siswa dalam menjaga kebersihan dan ketenangan lingkungan sekolah. Itu bagian dari pendidikan,” jelasnya.
Di tempat yang sama, Kepala Sub Bagian PTK dari Dinas Pendidikan Dogiyai, Philip Magai, menegaskan Pendidikan sejati dimulai dari “tungku api”. Tungku api yang adalah simbol rumah pendidikan kemanusiaan dan kebijaksanaan bagi kita dalam budaya Papua.
“Kesadaran kolektif harus dibangun dari berbagai level. Sebab Pendidikan itu tanggung jawab semua, bukan hanya sekolah. Justru pendidikan itu ada dari semua level sehingga kita ini semakin berubah dan berkembang dari mana saja. Itu seperti yang sudah tercatat dalam lembaran kehidupan Papua (Touhee Mana). Bahwa Semua tempat, semua benda dan semua orang Papua adalah aktor dan tempat pendidikan bagi kita,” ujarnya.
Philip mendorong keluarga untuk lebih aktif. Anak belajar pertama kali dari rumah. Di situ karakter terbentuk.
Pendidikan Dogiyai tidak butuh proyek besar jika kesadaran masyarakat rendah. Tanpa dukungan rumah, sistem sebaik apapun akan gagal.
“Sebab keluarga adalah penentu segalanya bagi kita dan anak. Mutunya itu sama dengan manusia dan kemanusiaan keluarga. Jika kita mau manusiakan bangsa, manusiakan dulu keluarga,” urai si bentara sejati dari Dogiyai itu.
Dia mengatakan lebih kritis lagi, Mutu bukan hanya soal fasilitas. Tapi soal nilai, kebiasaan, dan komitmen bersama. Dan dalam semuanya itu, kita masih tetap punya tujuan akhir, yakni kebahagiaan sejati yang tidak pernah terwujud di luar jangkauan aktivitas harian yang bermutu dan bijaksana.
Sejatinya, Dogiyai tak menunggu sistem nasional. Mereka mulai dari yang paling mendasar: rumah, nilai, dan lingkungan.
“Ini bukan solusi cepat. Tapi ini langkah paling realistis. Dan paling bermakna,” pungkasnya.